Senin, 14 Juli 2008

Pembelajaran Kontekstual

Contextual Teaching and Learning
Pengertian dan Konsep Dasar CTL
Kata kontekstual ( contextual ) berasal dari kata context yang berarti ” hubungan, konteks, suasana dan keadaan ( konteks ) ”. ( KUBI, 2002 : 519 ). Sehingga Contextual Teaching and Learning ( CTL ) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks. Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Pendekatan CTL ini merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut ( Wiriaatmadja, 2002 : 307-308 ), Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) juga merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. ( Depdiknas, 2003 : 5 ).
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah contextual teaching and learning atau juga disebut dengan istilah pendekatan kontekstual (depdiknas, 2002:1), (Nurhadi, Burhan Yasin dan Agus G. Senduk, 2004: 4). Menurut Blanchad (tanpa tahun, versi elektronik) pengerian contextual teaching and learning (CTL):
“Contextual teaching and learning is a conception that halps teachers relate subject matter content to real word situations and motivates their lives as family members, citizens, and workers.”

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut ( Depdiknas, 2002 : 4 ).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami : Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua : CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari
Pada dasarnya bahwa mentode ini bukan lah hal baru, pada abad XX John Dewey memperkenalkan pembelajaran kontekstual, diikuti oleh Kazt (1918), lalu Howey dan Zipher (1989) (Suyatno dan Subandiyah, 2003: 18) filosofi pembelajaran kontekstual didasari oleh teori progresivisme John Dewey dan teori kognitif. Menurut teori kontuktivisme, siswa belajar dengan baik bila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka telah ketahui, dan proses belajar akan produktif bila siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.
Menurut Nurhadi, dkk, (2004:8) pokok-pokok pandangan kontruktivisme antara lain:
a. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkontruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru
b. Anak harus harus bebeas agar berkembang secara wajar
c. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar
d. Guru sebagai pembimbing dan peneliti
e. Harus ada kerja sama antar sekolah dan masyarakat
f. Sekolah progresif harus merupakan laboraturium untuk melakukan eksperimen
Pembelajaran contekstual bila dibandingkan dengan pembelajaran tradisonal terdapat beberpa perbedaan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1
Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional

No.
PENDEKATAN CTL
PENDEKATAN TRADISIONAL
1.
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif.
2.
Siswa belajar dari temen melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
7.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek dia takut hukuman.
8.
Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (drill).
9.
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.
Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafal dan dilatih.
10.
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan skemata siswa (on going prosecess of development)
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar.
11.
Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siawa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran.
12.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada diluar diri manusia.
13.
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative and incomplete)
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14.
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15.
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.
Pemebelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
16.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara; proses kerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes dll.
Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
17.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
18.
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.
19.
Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
20.
Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan.

2. Strategi pembelajaran CTL
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring). Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Disamping itu pula bahwa CTL merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami: Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua: CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
3. Karakteristik Pembelajaran dengan CTL
1) Kerja sama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan, tidak membosankan
4) Belajar dengan bergairah
5) Pembelajaran terintegrasi
6) Menggunakan berbagai sumber
7) Siswa aktif
8) Sharing dengan teman
9) Siswa kritis guru kreatif
10) Dinding kelas & lorong-lorong penuh hasil karya siswa, peta-peta, gambar-gambar, artikel, humor, dll.
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.
4. Komponen CTL
Pada pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning), ada tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Cuntructivism, Inquiri, Quistioning, learning commonity, modelling, reflection, dan Authentic assessment (Depdiknas, 2002: 10-19) antara lain sebagai berikut:
1) Konstruktivisme (construktivism)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
(a). Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku"
Siklus inkuiri :
a. Obsevasi (Observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d. Pengumpulan data (Data gathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu "Tidak". Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia (menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan sendiri"
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
a. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b. Mengamati atau observasi
c. Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya,
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
b. Mengecek pemahaman siswa
c. membangkitkan respon kepada siswa
d. mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
e. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f. menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g. untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
5) Pemodelan (Modelling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang "bagaimana cara belajar"
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai "standar" kompetensi yang harus dicapainya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer lebih tertata".
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
7) Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS, tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
5. Implementasi pembelajaran CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
b. Sendiri,
c. Menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
d. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
e. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
f. Ciptakan 'masyarakat belajar' (belajar dalam kelompok-kelompok).
g. Hadirkan 'model' sebagai contoh pembelajaran.
h. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
i. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual di Sekolah Dasar, yaitu :
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hypotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mepraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Oleh karena itu ada tiga hal yang perlu dipahami dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yaitu:
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Proses belajar dalam CTL tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran saja, tetapi mengutamakan proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sehingga proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung.
2) CTL mendorong siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata. Dalam hal ini siswa dituntut menangkap hubungan antar pengalamn belajar di sekolah dengan kehidupan nyata dengan maksud agr siswa dapat mencari korelasinya sehingga materi pelajaran yang didapat akan lebih baik bermakna secara fungsional. Lebih dari itu materi yang didapatkan akan tertanam kiat di benak siswa.
3) CTL mendorong siswa menerapkan konsep dalam kehidupan. Dalam hal in dapat dimaknai bahwa materi yang telah didapat siswa bukan hanya sebagai konsep yang ada diingatan saja, tetapi materi yang telah dipelajari dan didapatkan diharapkan dapt dilaksanakan dan digunakan dalam kehidupan sehri-hari. Wina Sanjaya (2005: 209)
A. Kajian hasil penelitian yang relevan
Nurhadi (2002,h.5) mengemukakan,“Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penelitian sebenarnya”
Erman Suherman (2003, h. 3) mengemukakan, “Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen yang diperoleh dari berbagai kegiatan.Pendekatan kontekstual dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh DEPDIKNAS tahun 2002, Pembelajaran Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Joshua (2003, h. 2) mengemukakan : “Pembelajaran konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran” Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan srtategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal.

CTL dengan permainan tradisional

Peran penting dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pelaksanaan pembelajaran, penyediaan alat belajar, sumberdaya manuisia dan lingkungan masayarakat yang seharusnya ikut berpartisipasi dalam mengatasi persoalan dalam dunia pendidikan. Hal ini sesuai dengan inti dari pada pendidikan yaitu adanya kegiatan pembelajaran, karena itu peningkatan kualitas pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran dengan CTL dalam suatu lembaga pendidikan harus selalu diupayakan secara terus menerus. Upaya tersebut diarahkan pada seluruh aspek pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat lebih optimal yang pada gilirannya dapat mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidikan yang direncanakan secara efektif (Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000: 81). Proses pembelajaran yang berkualitas hendaknya mampu memotivasi keaktifan belajar peserta didik, sehingga dapat memaksimalkan pengembangan potensi peserta didik dengan sebaik-baiknya (Zaini dkk, 2004: xvii).
Disamping itu pula, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
Adanya kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ‘anak mengalami' apa yang dipelajarinya, bukan 'mengetahui'-nya. Pembelajaran yang berorieritasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi 'mengingat' jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkm persoalan dalam kehidupm.jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita!
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran dihadapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses penibelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dalam buku ringkas ini dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya. (http://pakguruonline.pendidikan.net)
Maka dalam hal kaitannya dengan pembelajaran sains harus ditekankan adanya interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar. Pembelajaran di sekolah dasar atau MI khususnya dalam pembelajaran sains SD harus berpusat pada peserta didik sehingga dapat mengetahui potensi anak dalam proses pembelajaran di sekolah, anak SD/MI dalam kegiatan belajarnya sangat membutuhkan kegiatan yang praktis dan nyata terhadap penemuan yang ada bukan diberikan teori yang mendalam.
Penggunaan CTL di Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar yang berkualitas hendaknya merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan diri secara optimal, serta mampu mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif, dan berorientasi pada minat, kebutuhan dan kemampuan siswa. Selain itu kegiatan pembelajaran hakikatnya merupakan suatu bentuk kegiatan yang memungkinkan peserta didik memiliki pengalaman belajar guna menguasai kompetensi tertentu. Bertitik tolak dari pengalaman belajar tersebut, kemudian dikembangkan berbagai strategi pembelajaran. Dengan melalui landasan konstruktivisme. Contextual Teaching and Learning (CTL) dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. CTL menjadi pilihan, karena sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa 'menghapal' fakta-fakta tapi mendorong siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka.
Dalam pandangan CTL pengajaran dan pembelajaran sains di kelas haruslah berwujud proses inkuiri, sebuah proses yang ditempuh oleh para ilmuwan dan terdiri atas unsur-unsur siklus mengamati, mengajukan pertanyaan, mengajukan penjelasan-penjelasan dan hipotesis-hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen-eksperimen, menganalisis data eksperimen, menarik kesimpulan eksperimen, dan membangun model atau teori. Proses inkuiri selama pengajaran dan pembelajaran berdampak konstruktif yang memberi banyak peluang dan tenaga untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dan pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk :
1. Mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
2. Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan kehidupan mereka
3. strategi belajar lebih penting dari pada hasil, dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya dan bagaimana mencapainya.
4. Guru lebih banyak berurusan dengan "strategi" dari pada memberikan informasi.
Dengan diterapkannya CTL disekolah diharapkan dapat memberikan nuansa baru dalam pembelajaran sains SD. Karena dalam proses ini siswa diajak untuk terlibat secara aktif dalam keseluruhan proses pembelajaran. Dengan demikian pelajaran sains diharapkan menjadi lebih menyenangkan baik bagi guru maupun siswa, sehingga adanya anggapan kalau mata pelajaran sains ini merupakan mata pelajaran yang membosankan jika di terapkan hanya teori saja dengan ceramah tanp adanya prktek atau eksperimen.